TULISAN HILANG, PERADABAN MELAYANG
oleh : Hammam Al Marisma
Pergolakan bahkan perdebatan seringkali terjadi dalam dunia
kesusasteraan, banyak orang tidak mengetahui bahwa sastra merupakan bagian dari
sejarah yang terlupakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang terbilang masih
bungkam akan perkembangan sastra. Dunia sastra adalah dunia yang membutuhkan
kejujuran dalam setiap rangkaian-rangkaian kata-katanya. Menyangkut kembali
relasi antara sastra dengan sejarah bangsa, sejak Pra kemerdekaan banyak
sastrawan pribumi yang memiliki kualitas kognitif dan emosional kritis,
mengkritik bangsa ini melalui setiap bait-bait kalimat mendalamnya.
Kalimat-kalimat sadis tersebut seperti hendak membunuh setiap
perlakuan, kelakuan bahkan tingkah laku pada masanya. Teks dalam aneka tulisan
tersebut melahirkan paradigma di setiap lapisan masyarakat. Tulisan dapat
mengubah segalanya, melalui karya goresan dan pemikiran sang penyair, penulis
bahkan sastrawan membuktikan kepada dunia. Dengan sastra dunia menjadi hidup.
Sastra berbicara dalam keadaan diam, namun bergerak tanpa perpindahan.
Perumpamaan yang sangat ambigu bertumpuk-tumpuk bahkan tak masuk
akal dan logika. Sastra tidak tampak jika seseorang tidak mendalaminya, dunia
sastra adalah dunia yang penuh akan pemahaman. Apabila kita belajar bersumber
pada filsafat untuk mengetahui dan mengkaji semua ilmu pengetahuan di muka bumi
ini dalam proses mencari jati diri, kita akan menemukan siapa diri ini
sebenarnya. Dan melalui filsafat kita akan menemukannya, kendati dengan sastra
bukan hanya kita dapat memahami diri sendiri melainkan keadaan orang lain
secara utuh kita memahaminya.
membahas sastra sepertinya tak ayal kita akan mengenal berbagai
karya seperti, novel, puisi, sajak, cerpen dan lain-lain. Sastra berkembang dan
selalu mengalami perubahan sesuai dengan zamannya, dimana dipengaruhi oleh
pemikiran yang dominan serta dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat pada
zaman itu.
Saya ambil contoh saja, sastrawan Indonesia angkatan 45 seperti
Chairil Anwar dengan puisi ”Aku” menceritakan keadaan dimana sosok seseorang
yang terpuruk pada masa itu, di negeri sendiri tetapi menjadi budak dengan
jajahan negeri asing. Pada angkatan 45 para sastrawan mencurahkan kritik serta keluh
kesah dengan puisi-puisi penentang. Belum lagi, pada masa angkatan 66 dimana
sekumpulan sastrawan masa ini membentuk dan menerapkan apa yang dicita-citakan
oleh Soekarno mendukung perkembangan sastra. Puisi tentang keadilan dan
kebenaran menjadi bahan utama pada setiap ide-idenya.
Tulisan-tulisan yang tertuang dalam karya sastrawan
mendeskripsikan moral-moral bahkan perilaku-perilaku manusia terhadap dunia.
Sastra bercerita tentang sang penulis dan mengungkapkan yang dilihat sang
penulis. Jelas sekali, moral-moral yang terjadi dapat terlihat. Tanpa
sedikitpun meleset puisi-puisi pemberontakan memang benar adanya sesuai dengan
kehidupan. Alasan terbesarnya adalah ada makna di balik kata. Pemaknaan juga
menjadi prioritas utama sebuah karya, karena karya tersebut diterbitkan atau
dibuat pasti memiliki tujuan dan maksud tertentu. Tulisan memang memberikan
pengaruh yang besar terhadap peradaban suatu tempat ataupun negara. Karena
dengan tulisan suatu rekaman yang dapat diwariskan kepada setiap
generasi-generasi mendatang. Kita dapat melihat sebuah negara peradaban
terbesar di dunia, dimana arsip-arsip ilmu pengetahuan terkumpul di sana dan
menjadi sumber setiap negara untuk mempelajarinya. Yunani, siapa yang tidak kenal
dengan para filsuf Yunani, sebut saja Aristoteles, Plato, Socrates. Mereka
tumbuh di negara peradaban yang mana telah menyusun rapih dan mendokumentasikan
setiap karya para fisafat terdahulu untuk menjadikannya cikal bakal ilmu
pengetahuan.
Melirik dan menelisik kembali di Indonesia, bagaimana kita dapat
mengetahui adanya Kerajaan Majapahit yang terkenal dengan prajurit Gajamada,
dimana ia memiliki cita-cita besar untuk menyatukan nusantara, bagaimana kita
dapat mengenal ada sebuah kerajaan Islam di sebuah tempat yang sampai sekarang
masih mendapatkan julukan Serambi Mekkah? dan bagaimana kita dapat mengerti
bahwa Indonesia pernah menjadi pusat pembelajaran ilmu pengetahuan yang besar
melalui Kerajaan Sriwijaya? yang mana pada masa itu terkenal sebagai kerajaan
Budha terbesar. Melalui karya-karya tulisan yang pernah terabadikan di masa
lalu, juga melalui prasasti dan kitab-kitab tertulis yang ditemukan, kita dapat
mengenal, mengetahui dan mengerti bahwa Indonesia memiliki sebuah peradaban
yang sudah terbentuk sejak dahulu kala.
Karya-karya di atas berkorelasi satu
sama lain dalam sebuah tulisan, dan tulisan menceritakan bagaimana proses
dan perkembangannya. Melalui sebuah tulisan masyarakat tidak buta
terhadap sejarah bangsanya. Kita mengenal tulisan saat mengenyam pendidikan
dasar sekali, dengan tulisan segala sesuatu dapat dipahami, kita dapat mengeja,
membaca, dan berbicara dengan baik. Menulis menguji setiap syaraf otak kita
bergerak. Karena pada saat kita menulis, semua syaraf kita bekerja dan tidak
mati, dimulai saat kita berfikir tentang ide apa yang akan kita tulis,
menggerakan jari-jari kita, mengolah ingatan kita dan dituangkan kembali
kedalam tulisan.
Dan pertanyaan penuh tanda tanya, bagaimana perkembangan sastra
sekarang? Terutama di negeri kita, apakah ada sastrawan terkenal dan sekritis
seperti Chairil Anwar dan W.S rendra? Apakah ada sastra perempuan yang
melahirkan kata-kata kejujuran seperti Toeti Herarty, melalui puisi-puisi nya
ia menyampaikan sebuah kejujuran sebagai seorang perempuan. Apakah ada penulis
perempuan seperti Kartini dengan buku “Habislah Gelap Terbitlah Terang”?
Jawabannya adalah pikiran yang melintas di kepala kita. Kita amati dunia
ini, sastra mulai meredup. Hanya segelintir orang yang mengabadikan keluh
kesahnya melalui tulisan. Hanya sedikit orang yang dapat membaca keluh kesahnya
sendiri.
Budaya menulis telah sepi dalam kesemrawutan kampus, dan budaya
membaca telah hening dalam kebisingan suara kendaraan yang memenuhi parkiran,
sampai tak ada lagi lahan untuk berjalan kaki karena disesaki kendaraan.
Karena menulis tak lagi menjadi budaya, dan sentuhan terhadap layar yang
membuat kita menunduk setiap harinya menjadi budaya baru. Posting foto terbaru
dan update kata-kata di media sosial, menjadi tren baru yang lebih diminati
pemuda-pemudi.
Terdiam lirih, menanggapi setiap perubahan dan mulai menghilangkan
peradaban di dunia yang serba canggih ini. Mungkin saja beberapa puluh tahun
yang akan datang, kita akan kembali lagi pada masa dimana belum mengenal
tulisan dan memulai kembali peradaban. Karena tiadanya sastra sebagai bukti
sejarah untuk peradaban. Tidak adanya sastra akan melahirkan tidak adanya
tulisan dan beranak pada tidak adanya peradaban, karena tidak adanya peradaban,
maka menghilanglah dunia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar