Aku tinggal di sebuah kota kecil bersama
Ibuku, seorang Ibu yang hanya memiliki satu bola mata, sedang yang satunya aku
tidak tahu kenapa dan aku memang tidak mau tahu karena aku begitu benci dengan
pemandangan seperti itu, sungguh tidak layak dipandang dan membuatku malu,
pikirku.
Untuk memenuhi kebutuhan harian kami,
Dia (Ibu-ku) bekerja sebagai juru masak di sekolah tempat aku belajar.Suatu
hari (di sekolah), ia datang menghampiriku untuk menghabiskan jam istirahatnya bersamaku.
Akupun mengatakan padanya
“Ibu, mengapa Ibu kemari? aku malu
dengan teman-temanku bu, aku tidak ingin mereka tahu kalau aku mempunyai Ibu
bermata satu.”
Dia (Ibu) hanya diam dan pura-pura tidak
mendengar perkataanku, akupun memelototinya dengan penuh rasa
kebencian.Keesokan harinya, beberapa teman dekat-ku mengejekku dengan
mengatakan
“Ibu kamu punya satu mata satu”
mereka terus mengatakan hal yg sama
hingga aku merasa malu dan ingin rasanya bersembunyi di tempat yg tidak
diketahui siapapun, sempat juga terfikir oleh-ku untuk menghindar jauh dari
ibuku.
“Kenapa tidak?” Pikirku.
Sejak saat itu akupun belajar dengan
keras dan sungguh-sungguh untukmendapatkan peluang beasiswa ke Singapura, dan
akhirnya akupun mendapatkannya.akhirnya aku bisa menghilang dari hadapan ibuku
yg selalu membuatku malu.Aku pergi, belajar, menikah, punya anakdan akupun
membeli rumah di Singapura.
Aku menikmati masa-masa bahagia dari
hidupku, hingga pada suatu hari Ibuku datang mengunjungiku, saat itu aku sedang
tidak ada di rumah.Ia (ibuku) pun bermain-main dan bersenda gurau dengan
anak-anakku, hingga ketika aku pulang kerja akupun kaget melihatnya, dengan
setengah berteriak aku mengatakan,
“Heyyyberani benar Ibu datang kemari dan
bermain dengan anak-anakku?” keluar sekarang juga, teriakku.”
Ibuku menjawab; “oh maaf, sepertinya Ibu
salah masuk rumah.”
Ia-pun keluar dan menghilang dari
pandanganku. Huff..dasar, kenapa juga dia kemari, celotehku.
Beberapa bulan kemudian, aku melakukan
perjalanan dinas di daerah kelahiranku (tempat-ku sekolah dulu). Iseng-iseng dan
sekedar hanya ingin tahu, akupun berniat melihat rumah kami dulu, tepatnya
rumah Ibuku, Ibu yang selalu membuatku malu.
Setibanya di depan rumah, belum sempat
aku masuk ke dalam rumah, seorang tetangga yang aku kenal dulu sebagai petani
tua memanggilku,
“Ibumu sudah meninggal sebulan yang lalu
nak, dia menitipkan surat ini untuk diserahkan padamu.” Ujarnya.
Aneh, sedikitpun aku tidak merasakan
sedih ataupun kehilangan.Akupun berlalu dari pak tua itu. Sambil duduk di kursi
tua di bawah pohon cemara di depan rumah kami, perlahan namun pasti kubuka
surat tersebut,
“Anakku sayang, sepanjang hari Ibu
selalu memikirkanmu, Ibu rindu denganmu nak, Ibu kangen denganmu anakku.
Semenjak Ayahmu berpulang keharibaan-Nya, hanya engkaulah mutiara ibu nak.”
“Duhai mutiara hatiku, maafkan Ibu nak,
waktu itu Ibu berkunjung ke rumahmu di Singapura tanpa memberi kabar terlebih
dahulu, Ibu tidak bermaksud membuatmu malu anakku, Ibu juga tidak berniat untuk
menakut-nakuti anakmu dengan kondisi Ibu yang hanya memiliki satu mata, Ibu
hanya kangen dan ingin melepas rindu padamu dan cucu-cucu Ibu.”
“Ibu mohon maaf karena sering membuatmu
malu, Ibu mohon maaf karena telah membuat hidupmu tidak nyaman anakku.”
“Ketahuilah duhai anakku sayang, dulu
ketika engkau masih kecil.., engkau mengalami kecelakaan sehingga harus
kehilangan satu bola matamu.”
“Sebagai seorang Ibu, aku tidak tega,
aku tidak sanggup membiarkan engkau hidup dalam kesedihan dan tumbuh besar
hanya dengan satu bola mata. Ibu tidak ingin engkau dihina oleh teman-temanmu
hanya karena satu matamu telah tiada.”
“Oleh karena itu, akupun memberikan satu
bola mataku untukmu anakku sayang.
Ibu sangat bahagia dan sangat bangga
karena anak Ibu satu-satunya dapat melihat dunia dengan mata kepalaku sendiri”
Tanpa terasa, air mataku pun menetes,
tidak tahu harus bilang apa, tidak tahu harus berbuat apa, hatiku berkecamuk,
air mataku semakin deras mengalir.
Ibu
Maafkan anakmu ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar