Ayat 102-109: Perintah bertakwa, beramr ma’ruf
dan nahi munkar, berpegang dengan agama Allah serta tidak berpecah belah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
(١٠٢) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا
حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠٣) وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٠٤) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا
وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٠٥) يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا
الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا
الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (١٠٦) وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ
وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١٠٧) تِلْكَ آيَاتُ
اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا
لِلْعَالَمِينَ (١٠٨) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِلَى
اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ (
١٠٩
Terjemah Surat Ali Imran Ayat
102-109
102. Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya[1];
dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam.
103. Dan berpegang teguhlah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai[2]. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga
dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada
di tepi jurang neraka[3],
lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana[4].
Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk[5].
104. Dan hendaklah di antara kamu ada[6] segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan[7],
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[8]. Mereka itulah
orang-orang yang beruntung.[9]
105. Dan janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka
keterangan yang jelas[10].
Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,
106.[11] Pada
hari itu[12] ada wajah yang putih
berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah
hitam muram[13] (kepada mereka dikatakan)[14], “Mengapa kamu kafir setelah beriman?[15] Karena itu rasakanlah
azab disebabkan kekafiranmu itu.”
107. Adapun orang-orang yang berwajah putih
berseri[16], mereka berada dalam rahmat Allah (surga);
mereka kekal di dalamnya.
108. Itulah ayat-ayat Allah yang Kami
bacakan kepada kamu dengan benar, dan Allah Tidaklah berkehendak menzalimi
(siapa pun) di seluruh alam[17].
109. Milik Allah-lah[18] segala
yang ada di langit dan di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan
dikembalikan.
[1] Dalam tafsir Al Jalaalain disebutkan, bahwa ketika
turun ayat ini, ada yang merasa keberatan, maka dimansukhlah dengan ayat “fattaqullah mas tatha’tum” (Maka bertakwalah kepada
Allah semampu kamu) surat At Taghabun: 16, wallahu a’lam.
Di dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ،
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ
وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Apa yang aku larang, hendaklah
kalian menjauhinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian
melaksanakannya semampu kalian. Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum
kalian adalah karena mereka banyak bertanya dan karena penentangan mereka
terhadap nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh
As Sa’diy berkata tentang tafsir ayat ini, “Ini merupakan perintah Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang mukmin agar mereka bertakwa kepada-Nya dengan
sebenar-benarnya, tetap berada di atasnya dan istiqamah hingga akhir hayat. Hal itu, karena orang
yang terbiasa hidup di atas sesuatu, niscaya ia akan meninggal di atasnya.
Barang siapa di saat sehat, semangat dan berkemampuan tetap menjaga ketakwaan
kepada Tuhannya dan mentaati-Nya serta senantiasa kembali kepada-Nya, maka
Allah akan meneguhkannya ketika wafat serta mengaruniakan husnul khatimah.
Bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa sebagaimana dikatakan Ibnu
Mas’ud adalah, “Dengan ditaati tidak dimaksiati, disyukuri tidak dikufuri dan
diingat tidak dilupakan.” Ayat ini merupakan penjelasan terhadap hak Allah
Ta’ala dalam takwa, adapun yang diwajibkan bagi hamba dari ketakwaan itu adalah
sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala, “fattaqullah mas tatha’tum” (Maka
bertakwalah kepada Allah semampu kamu). Rincian ketakwaan yang terkait dengan
hati dan anggota badan sangat banyak sekali, namun terhimpun dalam “mengerjakan
semua yang diperintahkan Allah dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya”.
Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan mereka melakukan hal yang membantu
ketakwaan, yaitu bersatu dan berpegang teguh dengan agama Allah, di samping itu
perkataan kaum mukmin adalah sama sambil bersatu tidak berpecah belah.
Bersatunya kaum muslimin di atas agama mereka serta bersamanya hati dapat
memperbaiki agama dan dunia mereka. Dengan bersatu, mereka bisa melakukan
perkara apa pun, demikian juga mereka akan memperoleh maslahat yang banyak yang
hanya bisa dilakukan secara bersama, seperti tolong-menolong di atas kebaikan
dan takwa, sebagaimana dalam berpecah dan bermusuhan menjadikan kesatuannya
retak, ikatannya terputus, dan masing-masing hanya bekerja dan berusaha untuk
kepentingan pribadinya meskipun mengakibatkan bahaya yang merata.”
[2] Setelah menjadi muslim.
[3] Di mana ketika itu tidak ada penghalang antara kalian dengan
neraka selain kematian.
[4] Dengan beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
[5] Yakni dapat mengetahui yang hak serta dapat mengamalkannya.
Ayat ini menunjukkan, bahwa Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang mengingat
nikmat-Nya baik dengan hati maupun lisan agar bertambah syukur dan cinta mereka
kepada-Nya dan agar Dia mengaruniakan kepada mereka karunia dan ihsan-Nya.
Demikian juga menunjukkan bahwa nikmat besar yang layak sekali diingat adalah
nikmat beragama Islam, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta
bersatunya kaum muslimin dan tidak berpecah belah.
[6] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ،
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكُنَّ
اللهُ يَبْعَثُ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ
يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
“Demi Allah yang jiwaku berada
di Tangan-Nya. Kamu harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau jika
tidak, Allah bisa segera menimpakan azab dari sisi-Nya dan ketika kamu berdo’a
tidak dikabulkan-Nya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dihasankan oleh Al
Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7070)
[7] Kebajikan (al khair) adalah segala sesuatu yang mendekatkan
manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kemurkaan-Nya.
[8] Ma’ruf: segala perintah Allah atau yang dianggap baik oleh
syara’ dan akal, sedangkan munkar adalah segala yang dilarang Allah atau yang
dianggap buruk oleh syara’ dan akal.
[9] Ayat ini merupakan petunjuk dari Allah kepada kaum mukmin,
yakni hendaknya di antara mereka ada segolongan orang yang mau berdakwah dan
mengajak manusia ke dalam agama-Nya. Termasuk ke dalamnya adalah para ulama
yang mengajarkan agama, para penasehat yang mengajak orang-orang non muslim ke
dalam Islam, orang yang mengajak orang-orang yang menyimpang agar dapat
beristiqamah, orang-orang yang berjihad fi sabilillah, dewan hisbah (lembaga
amr ma’ruf dan nahi munkar) yang ditunjuk pemerintah untuk memperhatikan
keadaan manusia dan mengajak manusia mengikuti syara’ seperti mengajak mereka
mendirikan shalat lima waktu, berzakat, berpuasa, berhaji bagi yang mampu dan
mengajak kepada syari’at Islam lainnya, demikian juga memperhatikan pasar,
bagaimana timbangan dan takaran yang mereka gunakan apakah terjadi pengurangan
atau tidak, serta melarang mereka melakukan kecurangan dalam bermu’amalah.
Semua ini hukumnya fardhu kifayah. Bahkan tidak hanya itu, segala sarana yang
menjadikan sempurna amr ma’ruf dan nahi munkar, sama diperintahkan, misalnya
menyediakan perlengkapan jihad untuk dapat mengalahkan musuh, mempelajari ilmu
agar dapat mengajak manusia kepada kebajikan, menuliskan buku-buku yang
berisikan ajaran Islam, membangun madrasah untuk mengajarkan agama, membantu
pihak berwenang (dewan hisbah) mewujudkan syari’at, dsb. Mereka inilah orang-orang
yang beruntung, yakni memperoleh apa yang mereka inginkan dan selamat dari hal
yang mereka khawatirkan. Pada ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala
melarang mereka bertasyabbuh (menyerupai) Ahli Kitab yang berpecah belah dalam
beragama, terlebih perpecahan mereka terjadi setelah datang keterangan yang
jelas.
[10] Yakni seterah mengetahui bahwa sikap mereka menyelisihi
perintah Allah.
[11] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitakan
tentang keadaan pada hari kiamat dan atsar (pengaruh) dari balasan yang adil
atau lebih baik, di mana di dalamnya terdapat targhib (dorongan) dan tarhib
(ancaman) agar seseorang memiliki rasa takut dan harap.
[12] Yakni hari kiamat.
[13] Mereka adalah orang-orang kafir.
[14] Ketika mereka dilemparkan ke dalam neraka.
[15] Maksudnya: “Bagaimana kamu lebih mengutamakan kekafiran dan
kesesatan daripada keimanan dan petunjuk?”
[16] Mereka adalah orang-orang mukmin.
[17] Misalnya menyiksa mereka tanpa ada kesalahan atau dosa dan
mengurangi kebaikan yang mereka lakukan.
[18] Yakni milik-Nya, ciptaan-Nya dan hamba-Nya. Allah-lah yang
memiliki segala yang ada di langit dan di bumi, Dia-lah yang menciptakan
mereka, memberi rezki kepada mereka dan mengatur mereka dengan qadar-Nya,
syari’at-Nya dan perintah-Nya. Semua akan kembali kepada-Nya pada hari kiamat,
dan Dia akan memberikan balasan amal mereka yang baik maupun yang buruk.