Oleh : Nurul Hanifah
Dia sahabatku yang
lelah, lelah atas segala sesuatu yang menghentikan langkahnya untuk
mencapai impiannya. Berkali-kali aku
sudah mencoba menasihatinya, melihatkan simpatiku padanya, mengajaknya
berbicara, berniat membantu mencari solusi untuknya dan hasilnya is zero. Tak ada satupun kalimatku yang
berpengaruh terhadapnya. Aku menunggunya, menunggu sampai ia membagi kisahnya,
kisah bahagianya, kesedihannya, kekalahannya dan kemenangangya. Bahkan,
kusempatkan waktuku untuk mengijinkannya mengungkapkan dan mencurahkan segala
isi peluhnya.
Ternyata dia tak butuh denganku, dia tampakkan bahwa dia
tegar dan sudah biasa menyimpan masalahnya. Its
okey, sepertinya harapanku sudah mulai lelah, sepertinya sia-sia segala
kekhawatiranku padanya, pada dia sahabatku yang lelah katanya. Setiap kali ku
menanyakan tentang kabarnya, dia biasa-biasa saja dengan jawaban yang super
simpel, pendiam yang malas menyapa?? Setahuku dia begitu ceria dan antusias
sebelum-sebelumnya setiap kali ku ajak ngobrol biasa. Sesekali aku mencoba untuk
menghiburnya tak sedikitpun mengefek dan justru fokus pada hal lain. Kalo
dikata cemburu sepertinya iya, cemburu atas keegoisannya. Tapi dia masih
mengabaikanku, dianggapnyalah diriku hanya angin lalu. Entahlah, mungkin di
sekitarnya banyak yang jauh lebih tampak kepeduliannya dan lebih terasa
nyamannya, jadi yang jauh sudah tiada artinya.
Rasanya aku ingin pergi hanyut bersama deburan harapan,
hilang terbawa angin sepi, lenyap tertutup awan gelap. Atau pergi untuk
mendekati sang bulan, walaupun hanya seorang diri. Biarlah jutaan bintang saja
yang menemani, bernyanyi untuknya, menghibur diri bersamanya dan terlelap dalam
dekapan cahaya bulan. Apa pentingnya jika melangkah untuk kebaikan tetap tiada
hasil.
Aku tidak menyalahkanmu menganggapku apa, yang jelas aku
menghargaimu. Kuwujudkan dalam sebuah lukisan perhatian yang nyata. Bukan
karena semata kasihan, namun itu bentuk sebuah ketulusan. Pahamilah dengan
baik! Dengan hatimu yang suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar